7 Pedoman Adab Bersosial Media dalam Islam

Sosial media merupakan sarana yang digunakan oleh semua orang untuk berkomunikasi ataupun berinteraksi dengan cara menciptakan, berbagai, bertukar, melalui jaringan dan komunikasi virtual. Dala Islam, media sosial dianggap untuk syiar amar ma’ruf nahi munkar yang menjamin dan mengatur kebebasan berekspresi untuk mengemukakan pendapat.

Meskipun begitu, selalu ada adab yang harus diterapkan sebagai umat muslim dalam segala kondisi dan situasi, termasuk bersosial media. Di bawah ini merupakan penjelasan tentang pedoman yang bisa Anda terapkan sebagai muslim dalam memanfaatkan sosial media. Simak hingga selesai, ya!

Pedoman Adab Bersosial Media

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait pedoman bermuamalah (hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan, seperti pergaulan, perdata dan sebagainya) di sosial media berdasarkan tuntunan agama agar segala yang dilakukan dalam dunia virtual tersebut berjalan kondusif dan terhindar dari hal-hal yang menjurus pada perbuatan negatif.

1. Dilandasi dengan Iman dan Takwa

Dalam bermuamalah dengan sesama, baik dalam kehidupan nyata maupun sosial media, setiap muslim wajib mendasarkan seluruh perilakunya pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu‟asyarah bil ma‟ruf), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq), serta mengajak pada kebaikan (al-amr bi al-ma‟ruf) dan mencegah kemungkaran (al-nahyu an al-munkar).

Baca Juga:

10 Adab ketika Berada di Masjid

2. Perhatikan Etika atau Adab

Setiap umat muslim yang bermuamalah melalui sosial media, wajib memperhatikan etika atau adabnya, baik pada sesama umat muslim maupun yang bukan. Konsep bermuamalah yang baik adalah senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran serta kemaksiatan. 

Selain itu, muamalah juga dapat dijadikan ajang untuk mempererat persaudaraan (ukhuwwah), baik persaudaraan keislaman (ukhuwah Islamiyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah) atau  persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyyah).

3. Tidak Menghasut dan Memfitnah

Setiap Muslim yang bermuamalah melalui sosial media diharamkan untuk melakukan ghibah, fitnah, berprasangka buruk, namimah (adu domba), melakukan bullying, ujaran kebencian, dan ajakan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antargolongan. Persoalan-persoalan ini secara tegas dibahas dan dilarang berdasarkan dalil berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang. (QS Al Hujurat: 12)

وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ

“Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, yang suka mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah” (QS Al Qalam 10 – 11)

عَنْ حُذَيْفَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ (رواه البخاري و مسلم )

“Tidak akan masuk surga, ahli namimah (adu domba).” (HR Al Bukhari dan Muslim)

Baca Juga:

Manfaat Membaca Al-Waqiah

4. Tidak Melanggar Ketentuan Agama dan Hukum yang Berlaku

Bermuamalah melalui sosial media harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Maksudnya, selain menjaga dari sisi agama, hendaknya juga umat muslim memperhatikan hukum bermuamalah melalui media sosial yang diatur negara.

Dalam hukum negara di Indonesia, hal ini diatur dalam UU No. 19 Tahun 2016 sebagai perubahan atas UU N0. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terdapat lima pasal yang mengatur etika bermedia sosial, mulai dari pasal 27-30 yang mengatur tentang konten yang tidak selayaknya diunggah, penyebaran hoaks, ujaran kebencian, termasuk juga mencuri data tanpa izin.

5. Verifikasi Kebenaran Informasi yang Diterima

Setiap umat muslim yang menerima konten/informasi melalui sosial media, baik yang positif maupun negatif, tidak boleh langsung disebarkan kembali sebelum melakukan verifikasi dan proses tabayun agar dapat dipastikan kemanfaatannya.

Upaya melakukan tabayun juga lebih baik dilakukan secara tertutup kepada pihak yang terkait, tidak dilakukan secara terbuka di ranah publik, seperti melalui grup sosial media yang bisa menimbulkan fitnah. Dalil anjuran tabayun adalah sebagai berikut:


يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنۡ جَآءَكُمۡ فَاسِقٌ ۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوۡۤا اَنۡ تُصِيۡبُوۡا قَوۡمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصۡبِحُوۡا عَلٰى مَا فَعَلۡتُمۡ نٰدِمِيۡنَ


“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS Al Hujurat: 6)

Baca Juga:

Ilmuwan Muslim Berpengaruh di Dunia

6. Perhatikan Isi Konten sebelum Disebarluaskan

Pembuatan konten/informasi yang akan disampaikan ke ranah publik harus berdampak baik bagi penerima dalam mewujudkan kemaslahatan (mendatangkan kebaikan), serta menghindarkan diri dari kemafsadahan (kerusakan, kebinasaan atau akibat buruk yang menimpa seseorang atau kelompok tertentu).

Konten yang dibuat tidak menyebabkan dorongan untuk berbuat hal-hal yang terlarang secara syar’i, seperti pornografi, visualisasi kekerasan yang terlarang, umpatan, dan provokasi. Jangan sampai kita sebagai umat muslim tergesa-gesa untuk menyampaikan informasi yang belum teruji validitasnya. Hal ini disampaikan dalam sebuah hadis yang berbunyi:


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “التَّأَنِّي مِنَ اللَّهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ ” (أخرجه البيهقي(


Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ketenangan itu datang dari Allah SWT dan ketergesaan itu dari setan.” (HR Al Baihaqi)

7. Penyebaran Dilakukan setelah Teruji Kebenarannya

Konten atau informasi yang akan disebarkan kepada khalayak umum harus memenuhi kriteria baik dari sisi isi, sumber, waktu dan tempat, latar belakang serta konteks informasi disampaikan.

Selain itu, perlu diperhatikan juga informasi tersebut cocok dan layak atau tidak untuk diketahui oleh masyarakat dari seluruh lapisan sesuai dengan keragaman orang/khalayak yang akan menjadi target sebaran informasi. Tidak disarankan untuk menyebarkannya apabila informasi tersebut tidak cocok atau sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu.

Sumber:

Mui.or.id. (2021). Pedoman Islami dalam Bermedia Sosial. Diakses pada 24 Agustus 2023

Recommended Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *