Dalam Islam, perceraian dipandang sebagai salah satu solusi yang bisa ditempuh oleh pasangan suami-istri yang merasa pernikahan mereka tidak lagi memberikan kemaslahatan. Akan tetapi, keputusan ini tidak disukai Allah SWT karena Ia menghendaki keluarga sebagai suatu institusi yang kokoh dan stabil, serta didasarkan pada cinta, kasih sayang, saling pengertian, dan kerja sama antara suami dan istri.
Sebelum membahas tentang hukum dan etika perceraian dalam Islam, mari membahas lebih dalam alasan Allah SWT tidak menyukai perceraian. Yuk, simak!
Mengapa Allah SWT Tidak Menyukai Perceraian
Allah SWT tidak menyukai perceraian karena perceraian dapat membawa dampak negatif pada keluarga, anak-anak, dan masyarakat secara keseluruhan. Beberapa alasan mengapa Allah tidak menyukai perceraian antara lain:
1. Mengganggu Keutuhan Keluarga
Perceraian dapat mengganggu keutuhan keluarga yang dianggap penting dalam Islam. Keluarga adalah dasar masyarakat dan fondasi bagi pembentukan generasi yang kuat dan bertanggung jawab.
2. Dampak Terhadap Anak-Anak
Perceraian dapat memberikan dampak psikologis yang negatif pada anak-anak, seperti perasaan tidak aman, bingung, atau tidak stabil emosional. Islam mengutamakan perlindungan dan perhatian terhadap anak-anak.
3. Rusaknya Hubungan Sosial
Perceraian juga dapat berdampak pada hubungan sosial antara keluarga yang terlibat dan masyarakat di sekitarnya. Kehidupan sosial dan ekonomi keluarga dapat terpengaruh.
4. Pentingnya Keberlanjutan Pernikahan
Islam mendorong keberlanjutan pernikahan dan menjaga ikatan suami-istri. Allah mengatakan dalam Al-Quran bahwa pernikahan adalah ikatan yang kuat dan di dalamnya terdapat kasih sayang dan rahmat (Q.S. Ar-Rum : 21).
5. Peran Suami dan Istri
Suami dan istri memiliki tanggung jawab untuk saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam pernikahan. Allah menyebutnya dalam Al-Quran bahwa suami-istri bagaikan “pakaian” bagi masing-masing (Q.S. Al-Baqarah [2]: 187), artinya mereka saling melindungi dan menyembunyikan kelemahan satu sama lain.
Meskipun Allah tidak menyukai perceraian, Islam juga mengakui bahwa dalam beberapa situasi tertentu, perceraian bisa menjadi pilihan terbaik untuk menghindari lebih banyak kerusakan atau ketidakbahagiaan. Namun, pernikahan tetap diutamakan dan langkah-langkah untuk rekonsiliasi sebisa mungkin harus diambil sebelum memutuskan untuk bercerai.
Hukum Perceraian dalam Islam
Hukum perceraian dalam Islam bisa berbeda-beda tergantung dengan kondisi dari pasangan suami-istri yang sedang bermasalah.
Baca Juga:
Iman Turun? Saatnya Baca Doa ini!
Makruh
Apabila seorang suami menceraikan istrinya dengan tidak adanya alasan dan sebab yang jelas. Jika perceraian yang dilakukan sampai membuat rugi salah satu pihak, maka hal tersebut sangatlah dilarang oleh Allah SWT.
Wajib
Apabila pasangan suami-istri diketahui telah melakukan perbuatan yang keji. Lalu kesalahan tersebut tidak diakui dan tidak ingin bertobat. Jika tidak bercerai atau tetap melanjutkan pernikahan, maka hal ini dikhawatirkan akan semakin memperbanyak dosa.
Haram
Apabila seorang suami menceraikan istrinya saat kondisinya sedang haid atau nifas. Selain itu, suami juga dilarang untuk menjatuhkan talak saat melakukan hubungan suami-istri.
Mubah
Apabila rumah tangga yang dibangun justru memunculkan mudharat untuk pasangan suami-istri dan juga orang lain.
Etika Perceraian dalam Islam
Berikut adalah beberapa etika yang perlu diperhatikan dalam konteks perceraian dalam Islam:
Mediasi dan Rekonsiliasi
Sebelum memutuskan untuk bercerai, suami-istri diharapkan untuk melakukan mediasi dan upaya rekonsiliasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berkonsultasi bersama anggota keluarga, pemimpin komunitas, atau bahkan konselor pernikahan. Tujuannya untuk memahami masalah-masalah yang mendasari perpecahan dan mencari solusi.
Pertimbangan Serius
Keputusan untuk bercerai harus dibuat dengan pertimbangan serius dan matang. Pasangan yang ingin bercerai harus merenungkan dampaknya pada diri mereka sendiri, anak-anak, keluarga, dan masyarakat sekitar.
Baca Juga:
Hormati Hak-Hak
Saat memutuskan untuk bercerai, seluruh hak baik suami dan istri harus dihormati. Hal ini termasuk memberikan nafkah selama iddah (periode tunggu setelah perceraian), menjaga hak asuh anak, dan membagi harta dengan adil sesuai dengan hukum Islam.
Perlindungan Anak-Anak
Kesejahteraan dan perlindungan anak-anak harus menjadi prioritas utama, mulai dari keputusan mengenai hak asuh, nafkah, dan pendidikan anak-anak harus diambil dengan hati-hati dan dengan pertimbangan terbaik untuk mereka.
Iddah
Istri harus menjalani masa iddah (periode tunggu setelah perceraian) sebelum dapat menikah lagi. Tujuannya untuk mengklarifikasi apakah ada kehamilan, memberikan waktu bagi refleksi, dan menghindari kesalahan identitas ketika ada kehamilan.
Hormat pada Nilai Agama
Selama proses perceraian, semua pihak yang terlibat diharapkan untuk tetap menjaga akhlak dan nilai-nilai agama. Tidak ada tempat untuk saling mencaci atau merendahkan pihak lain.
Sumber:
Oktaviana, Widya. (2021). Hukum Perceraian dalam Islam dan Etika Bercerai Menurut Pandangan Islam. Dream.co.id Diakses pada 29 Agustus 2023